![]() |
Ilustrasi gulai tambusu dan sambal hijau (Foto: @roelly87) |
BUNGKUSAN gw sobek dan membuka kaleng minuman bersoda. Lanjut merogoh saku untuk menyalakan mancis.
"Ayo, lanjut cerita," kata gw.
"Bentar, mas. Gw ngemil dulu," jawabnya sambil ngunyah cemilan rasa cokelat.
Kriuk...
Demikian bunyi wafer itu terdengar nyaring. Buset, udah gede, ngemilnya kayak bocah.
"Menurut lo, apa alasan gw ga makan di kedai bawah kostan gw?"
"Lha, kaga tahu. Dikira gw cenayang apa?"
Gw memperhatikan sang penumpang yang tampak serius dengan cemilan tersebut. Ini udah bungkus ketiga dengan sampahnya dipisah ditaruh depan sleting tas selempang.
Jangan-jangan doi laper? Aneh sih.
Namun, ya bebas lah. Toh, penumpang udah bayar lebih untuk ongkos perjalanan dan waktu tunggu.
Ibaratnya, lo punya duit, tentu lo punya kuasa. He... He... He...
"Begini ceritanya..." lanjut dia menyeka setiap jemarinya yang lentik dengan tisu basah usai belepotan cokelat.
"Preambul lo kayak tayangan 'Kisah-Kisah Misteri' dulu..."
"Iye bawel ih. Jangan dipotong."
"Siap, tuanku wahai penumpang yang baik hati, murah senyum, tidak sombong, pandai menabung, dan rajin mengaji..."
"Ha... Ha... Ha..."
* * *
CUSTOMER ini cerita, ternyata udah dua tahun lebih tinggal di kostan berlantai lima itu. Menurutnya, meski berderetan dengan ruko, tetap nyaman dihuni.
Doi tinggal di lantai dua. Alias, hanya sekali naik tangga.
Perbulan, Rp 2,5 juta dengan fasilitas wifi, AC, toilet dalam, kasur, lemari, parkir motor, dan standar lainnya. Khusus loundry dan listrik, setiap penghuni isi sendiri.
Di lantai bawah, ada parkiran motor yang tergolong luas. Kalo mobil dititip di depan ruko yang ada security dengan tarif lain lagi.
Sejak pergantian musim, tempat parkir motor itu dirombak. Diberikan sekat untuk kedai yang dikelola menantunya.
Dagangannya lumayan lengkap. Ada nasi, lauk, gorengan, mi rebus, hingga kopi.
"Bahkan, khusus penghuni kostan, bisa ngebon. Asal tiap awal bulan bayar," katanya.
Ya, kostan itu menerapkan deposit bagi setiap penghuni. Nominalnya berbeda-beda, tergantung lokasi yang setara harga per bulan.
Semakin tinggi lantai, kian murah. Deposit sebagai antisipasi jika ada penghuni kost yang nakal.
"Dulu ada yang kabur bawa AC. Terus, juga ada yang ketahuan ga bayar lebih dari tiga bulan," customer itu menambahkan.
"Makanya, sama ibu kost, dikenakan deposit dan bayar sewa kamar di awal masuk. Untuk filter setiap calon penghuni yang kebanyakan pekerja swasta atau mahasiswa."
Menurutnya, pemilik kost -suami dan istri pensiunan bank ternama- sangat baik. Para penghuni sering dikasih oleh-oleh ketika mereka pesiar atau mudik.
Itu mengapa, customer ini betah tinggal lebih dari dua tahun. Selain fasilitas lengkap, juga sikap simpatik sang pemilik jadi nilai lebih.
"Kalo munggah, atau jelang puasa, di depan kamar berjejer ketupat opor bikinan ibu kost. Lebaran juga gitu. Namun, ga banyak mengingat mayoritas penghuni pada mudik," tuturnya.
"Bagi yang puasa, bisa buka bareng mereka yang ga ketinggalan ngajak security. Makanan dan takjil gratis, udah disediakan."
Hanya, momen tersebut tidak bisa dirasakan pada Ramadan tahun ini. Secara, pemilik kost memutuskan pulang ke kampung halamannya di seberang pulau besar.
"Si bapak ingin menikmati hari tua dengan aktivitas di perkebunannya yang luas. Istrinya juga merasa udah cukup puluhan tahun tinggal di ibu kota," ucapnya.
"Terus, yang kelola kostan sekarang anak dan mantunya?"
"Iya. Mereka pun sebenarnya baik seperti ibu dan bapak pemilik kost. Mungkin, sikap ramah ini menurun ya."
"Lantas, alasan lo ga makan lagi di sana?"
"Kan udah gw bilang di awal tadi. Masakan mantunya enak. Menu lengkap dan harga terjangkau. Hanya..."
Omongannya tertahan. Gw pun menunggu dengan khidmat tanpa menyela.
"Lo doyan pedes," katanya tiba-tiba.
"Yongkru."
"Bisa makan tanpa cabe?"
"Ya, bisa lah. Tapi, emang kalo makan ubi cilembu atau singkong rebus, harus pake sambal?"
"Bukan gitu, Rojali. Ubi dan singkong mah cemilan. Maksud gw, makan berat kayak nasi dan lauk gitu."
"Kalo boleh milih. Analoginya, makan sama orek atau jengkol dikasih sambal dengan bistik paket lengkap tapi cuma diberi saos aja, jelas gw pilih yang pertama," gw menjelaskan.
"Bagi gw, sambal itu wajib ada dalam setiap masakan. Entah itu nasi, mi ayam, bakso, ketupat, bubur, dan semacamnya."
Penumpang itu pun mengangguk.
"Btw, lo ga pegel apa berdiri tegak gitu. Setiap ada motor lewat, harus minggir. Kita kayak mau transaksi ilegal... Ha ha ha!"
"Anjir, iya ya. Ga apalah tanggung. Lagian gw di kantor kerjanya duduk terus melototin pergerakan kurva di layar. Sesekali harus berdiri biar semimbang."
"Terserah. Kalo mau duduk di motor, gantian aja. Gw berdiri."
"Woles aja mas. Lanjutin cerita lo soal sambel."
Ya, saya emang penikmat pedas. Makan kurang afdol tanpa sambal.
Minimal cabe mentah seperti gorengan atau ketoprak yang diulek. Pengecualian jika makan bistik atau piza yang biasanya cocok hanya dengan saus saja.
"Makan tanpa cabe itu kayak lo orang hidup tapi ga punya masalah. Jadi, datar aja," gw menjawab diplomatis.
"Hidup kayak gitu mana enak. Ga ada tantangan."
Customer itu pun mengiyakan. Usai menyeruput minuman kaleng berperisa kopi, doi pun melanjutkan ceritanya.
"Gw setuju sama analogi lo, mas. Makan tanpa sambal atau yang pedas-pedas itu emang kurang nikmat," ujarnya.
"Itu jadi alasan gw ga makan di kedai kostan lagi. Secara, setiap gw beli, sambalnya udah habis terus."
Sebagai karyawan swasta, customer ini biasa pulang sore. Namun, jika dikejar target dari kantornya, tak jarang dia baru sampe kostan jelang pergantian hari.
Maklum, kerja di perusahaan akuntan publik yang masuk Big Seven. Profesi ini membuatnya dikejar target dari kantornya untuk klien, baik swasta maupun pemerintah di berbagai daerah.
Alhasil, sampai kedai, menunya udah banyak yang habis. Memang, dagangnya 24 jam, bergantian dijaga antara menantu pemilik kostan dan saudaranya.
Hanya, kalo malam lebih banyak mi instan dan gorengan. Nasi sih ada, tapi untuk sayur dam lauk pauk kurang lengkap.
"Gw sih ga apa-apa dengan menu seadanya. Maklum, udah malam. Gw bisa beli nasi sama ayam goreng, ikan, atau sayur aja. Masalahnya, sambalnya juga kehabisan," jawabnya.
"Sekali, dua kali, hingga ketiga, gw bisa maklumin setiap diminta sambal selalu kosong. Namun, kalo setiap beli habis ya lama-lama gw males juga.
Bisa sih, pesan dari pagi pas gw berangkat kerja. Secara, si mbaknya juga udah kenal sama gw. Dia baik seperti mertuanya. Hanya, kadang gw ga bisa pastiin pulang kapan. Entah sore, malam, bahkan dini hari. Takutnya, makananya basi. Ini dilema sih."
Gw mengangguk. Mempersilakan sang penumpang untuk melanjutkan cerita.
"Akhirnya, gw memutuskan kalo pulang malam ga beli makanan lagi di kedai. Alias, beli di luar kayak barusan atau pesan online Awalnya biasa aja. Hanya, lama-lama sikap si mbaknya ke gw kok berubah."
Dia melihat ada panggilan masuk di hpnya. Namun, langsung di-reject.
Entah malas nanggapin sosok yang menelepon atau lagi serius cerita. Ibarat pertandingan, apa yang diungkapkan ini memasuki fase final.
Klimaks.
Alhasil, penumpang itu langsung menonaktifkan ponselnya. Pertanda enggan diganggu saat sedang mendongeng.
"Woi, angkat telepon tuh. Siapa tahu penting," komentar gw, terkekeh.
"Ga. Biasa, soal kerjaan. Ini di luar jam kantor."
"Yoi, terserah lo. Ayok lanjut, keburu imsak nih."
"Anjir, baru jam dua kurang euy. Masih lama, imsaknya. Itu aja baru nongol rombongan bocah bersiap bangunin sahur."
"^_^ #$&!!!"
* * *
RAMADAN merupakan bulan yang spesial bagi umat muslim. Selain pahala yang berlipat ganda saat melakukan ibadah, juga terkait aktivitas dan tantangan.
Khususnya, di Indonesia, tradisi keliling membangunkan sahur jadi pemandangan yang istimewa. Baik di kota maupun perkampungan.
Kendati zaman kian maju dan sudah ada teknologi bernama alarm yang tersemat di ponsel, tapi banyak masyarakat yang terbantu dengan kumpulan anak muda yang membangunkan sahur. Biasanya, mereka keliling dengan membawa bedug sekitar pukul 02.00 WIB.
Alias, masih ada waktu 2 - 2,5 jam bagi masyarakat, khususnya kaum wanita untuk mempersiapkan santap sahur keluarganya. Mayoritas pembaca blog ini yang besar pada era 1980-an, 1990-an, hingga 2000-an, pasti bangga pernah ikut membangunkan sahur keliling.
"Woi... Lanjutin dongengnya. Udah hampir dua jam nih gw nemenin lo," gw menimpali sang customer yang ceritanya terhenti.
Untung, dia udah kasih ganti ongkos tunggu yang lumayan gede. Kalo ga mah, mending gw lanjut ngojek.
Secara, bagi ojol itu, uang adalah waktu. Eh, waktu adalah uang, dong!
"Sampe mana tadi?"
"Sampe Jonggol. Ketemu Soni Wakwaw," gw jawab asal.
Gw sih kuat nemenin doi cerita. Masalahnya, kuping gw berdengung terus dikelilingin nyamuk.
Ya, nyamuknya sih satu doang. Tapi, temennya sekampung, kayak ormas minta jatah THR jelang lebaran.
Asu!
"Oke, gw lanjut ya babang ojol. Jadi, tuh mantu pemilik kost, kalo gw lewat bawa makanan yang dibungkus, lirikannya tajam banget.
Hal sama berlaku kalo gw pesen online. Doi ngeliriknya maut bingit.
Seolah gw kayak pesakitan di depan Yang Mulia Hakim. Padahal, alasan gw beli makan di luar kalo malem itu jelas.
Gw ga bisa makan tanpa sambal. Makanya, beli di luar. Kalo di kedai itu ada sambal juga gw pasti mau."
Mendengar cerita tuh penumpang, bikin gw merasa aneh. Secara, hak setiap orang beli di mana.
Itu si mantu pemilik kost yang cuma dagang, tentu ga berhak ngatur hidup orang. Mau beli makan di kedainya, di luar, atau online, bebas aja.
"Gw ada rencana bulan depan pindah kost ke kawasan Melati. Namun, masih gw pikir-pikir lebih lanjut," kata penumpang dengan lugas.
"Secara, gw udah nyaman di kostan itu. Fasilitas lengkap dan privasi terjamin dengan akses terbatas untuk selain penghuni.
Hanya, kalo tiap lewat kedainya disinisin terus, lama-lama gw jadi senewen. Udah dikejar target kerjaan, eh malah dapat perlakuan ga enak dari si mbak jaga kedai."
"Lo ga cerita ke mertuanya? Siapa tahu ibu pemilik kost kasih solusi gitu. Misal, nasihati mantunya agar ga ribet. Secara, lo sebagai penghuni kost, punya hak beli makan di mana pun," gw menambahkan.
"Ga lah. Kayaknya gw ga mau libatkan ibu dan bapak pemilik kost. Gw ga mau sampe mertua dan mantu tengkar cuma gara-gara sambal," penumpang menimpali.
"Yaudin, kalo gitu lo sabarin aja. Minimal sampe lebaran. Kalo lo masih disinisin juga, mending pindah," ujar gw pelan-pelan agar ga bikin drama baru.
"Atau kalo lo orangnya cuek, ya hadapin aja. Secara, duit-duit lo untuk beli makanan. Kecuali, lo bayar kost tiap bulan telat, wajar kalo disinisin. Namun, ini kan ga. Lo bayar tepat waktu."
Dia pun mengangguk. Lalu, mengambil ponsel di tas dan menyalakannya.
"Yaudah mas, balik yok. Gw mau siap sahur. Makasih ya udah nemenin."
"Siap. Sami-sami."
"Btw, lo mau liat si mbak itu ngelirik gw ga ntar. Kebetulan, gw bawa bungkusan nasi, hehehe."
"Ogah. Gw mau langsung pulang. Laper."
"Oke, mas. Terima kasih."
"Sip."
* * *
- Jakarta, 22 Maret 2025
* * *
Artikel Sebelumnya Terkait Customer Ojol
- Lirikan Maut Penjaga Kedai (https://www.roelly87.com/2025/03/lirikan-maut-penjaga-kedai.html)
- Insiden Membokongi Piza (https://www.roelly87.com/2025/01/insiden-membokongi-piza.html)
- Dan Terjadi Lagi... Pelecehan Seksual terhadap Ojol (https://www.roelly87.com/2024/08/dan-terjadi-lagi-pelecehan-seksual.html)
- Tidak Ada Toleransi untuk Perokok (https://www.roelly87.com/2024/05/tidak-ada-toleransi-untuk-perokok.html)
- Penumpang Kecebur Got dan Motor Hampir Mogok: Drama Banjir 22 Maret (https://www.roelly87.com/2024/03/penumpang-kecebur-got-dan-motor-hampir.html)
- Terima Kasih, Orang Baik (3) (https://www.roelly87.com/2024/03/terima-kasih-orang-baik-3.html)
- Tidak Ada Polisi 40%, Ini Alasan Penumpang Enggan Pakai Helm (https://www.roelly87.com/2020/03/tidak-ada-polisi-40-ini-alasan.html)
- Anak Perwira Dijambret di Samping Polda Metro Jaya (https://www.roelly87.com/2024/03/anak-perwira-dijambret-di-samping-polda.html)
- Sisi Lain Konser Coldplay: Mistik, Sedih, Haru, dan Bahagia (https://www.roelly87.com/2023/11/sisi-lain-konser-coldplay-mistik-sedih.html)
- Menara Kadin yang Memanusiakan Manusia (https://www.roelly87.com/2023/11/menara-kadin-yang-memanusiakan-manusia.html)
- Ditolak Ojol: Bertepuk Sebelah Tangan (https://www.roelly87.com/2023/05/ditolak-ojol-bertepuk-sebelah-tangan.html)
- BlackPink di Mata Ojol (https://www.roelly87.com/2023/03/blackpink-di-mata-ojol.html)
- Risiko Ojol Antar Makanan pada Dini Hari (https://www.roelly87.com/2023/02/risiko-ojol-antar-makanan-pada-dini-hari.html)
- Karena Customer adalah Raja (https://www.roelly87.com/2022/01/karena-customer-adalah-raja.html)
- Di Suatu Desa dengan Penumpang Random (https://www.roelly87.com/2021/10/di-suatu-desa-dengan-penumpang-random.html)
- Sebuah Kisah Klasik yang Tak Berujung (https://www.roelly87.com/2021/06/sebuah-kisah-klasik-yang-tak-berujung.html)
- Kompromi dengan Keadaan (https://www.roelly87.com/2021/03/kompromi-dengan-keadaan.html)
- Orderan pada Malam yang Ganjil (https://www.roelly87.com/2020/11/orderan-pada-malam-yang-ganjil.html)
* * *